Rahasia di Balik Ganti Baju Udang: Mengenal Proses Molting

    Growth • 5 min read • 20 Desember 2025

    Rahasia di Balik Ganti Baju Udang: Mengenal Proses Molting

    Molting: Proses Ganti Baju Udang yang Menentukan Hidup Mati

    Pernah lihat udang ganti baju? Mungkin terdengar aneh, tapi inilah cara udang bertumbuh. Proses ini disebut molting atau moulting—sebuah fenomena alami di mana udang melepaskan cangkang atau kulit lamanya supaya bisa tumbuh lebih besar. Berbeda dengan manusia yang kulitnya elastis dan ikut membesar seiring pertumbuhan tubuh, udang memiliki eksoskeleton (kulit luar) yang keras dan kaku, sehingga tidak bisa ikut membesar ketika tubuhnya tumbuh. Jadi, untuk mengatasi masalah ini, udang harus melepaskan cangkang lamanya dan membentuk cangkang baru yang lebih besar. Proses "ganti baju" ini bukan hanya terjadi sekali, tetapi berulang kali sepanjang hidup udang—semakin muda udang, semakin sering ia molting.


    Mengapa Molting Begitu Penting?

    Molting adalah kunci utama pertumbuhan udang. Tanpa molting, udang tidak akan bisa bertambah besar. Pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh dua faktor utama: frekuensi molting (seberapa sering udang ganti kulit) dan pertambahan ukuran pada setiap molting. Frekuensi molting sangat bervariasi tergantung usia udang:

    • Pada tahap larva, molting terjadi setiap 30 hingga 40 jam pada suhu sekitar 28°C.
    • Pada udang muda (juvenile) dengan berat 1–5 gram, molting terjadi setiap 4 hingga 6 hari.
    • Udang berukuran sekitar 15 gram akan molting setiap 2 minggu sekali.
    • Dalam kondisi terbaik, udang dewasa akan mengalami molting setiap 3 hingga 4 minggu. Semakin bertambah usia dan ukuran udang, interval molting semakin panjang. Proses pelepasan cangkang lama ke cangkang baru hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja, bahkan kadang hanya beberapa menit untuk tahap ecdysis (pelepasan cangkang). Namun, meski singkat, fase ini sangat krusial—jika udang gagal dalam fase ini, konsekuensinya bisa fatal hingga kematian.

    Tahapan Molting: Siklus yang Kompleks dan Teratur

    Molting bukan sekadar proses melepas kulit lama. Ini adalah siklus yang sangat kompleks yang melibatkan koordinasi hormonal dan perubahan fisiologis bertahap. Para ilmuwan membagi siklus molting menjadi 4 tahapan utama:

    Postmolt (Pasca Molting)

    Postmolt adalah tahapan beberapa saat setelah udang berhasil melepaskan eksoskeleton yang lama. Pada tahap ini, kulit udang yang baru masih sangat lunak, licin, dan hanya berupa membran tipis transparan. Udang berada di dasar tambak dan cenderung diam karena kondisi tubuhnya sangat lemah. Yang terjadi pada fase ini adalah pengembangan eksoskeleton akibat meningkatnya volume hemolymph (darah udang) karena udang menyerap banyak air ke dalam tubuh. Air diserap melalui epidermis, insang, dan usus. Proses ini membuat tubuh udang "mengembang" untuk menyesuaikan ukuran cangkang baru yang lebih besar. Setelah beberapa jam atau hari (tergantung panjangnya siklus molting), eksoskeleton yang baru akan mulai mengeras.

    Intermolt (Antar Molting)

    Pada tahapan intermolt, eksoskeleton semakin keras karena adanya deposisi mineral—terutama kalsium—dan protein. Eksoskeleton udang meskipun relatif lebih tipis dan lunak dibandingkan kepiting dan lobster, tetap memerlukan pengerasan yang maksimal untuk melindungi tubuh. Pada fase ini, pertumbuhan bobot udang semakin bertambah sehingga aktivitas makan udang pun semakin tinggi hingga maksimal. Udang dalam kondisi paling sehat dan stabil di tahap ini. Volume serta berat seluruh tubuh udang meningkat sekitar 3–4% selama periode intermolt.

    Premolt (Pra Molting)

    Premolt adalah tahapan persiapan sebelum molting dimulai. Pada tahap early premolt (premolt awal), mulai terbentuk epicuticle baru di bawah lapisan endocuticle. Tahapan premolt ditandai dengan suatu peningkatan konsentrasi hormon molting (ecdysteroid) dalam hemolymph (darah udang). Memasuki late premolt (premolt akhir), terbentuk lagi lapisan exocuticle baru di bawah lapisan epicuticle yang terbentuk pada tahap sebelumnya. Kemudian terjadi pemisahan cangkang lama dengan cangkang yang baru. Eksoskeleton lama akan terserap sebagian dan cadangan energi dimobilisasi dari hepatopankreas. Pada fase ini, nafsu makan udang mulai menurun. Lapisan kutikula baru mulai terbentuk di bawah kulit lama. Udang juga tampak lebih tenang dan kurang aktif karena sedang mempersiapkan energi untuk proses berat yang akan datang.

    Molt (Ecdysis - Pelepasan Cangkang)

    Tahap molt atau ecdysis adalah puncak dari seluruh siklus—saat udang benar-benar melepaskan cangkang lamanya. Meskipun ini adalah momen paling dramatis, tahap ini hanya berlangsung beberapa menit saja. Proses dimulai dengan membukanya cangkang lama pada jaringan penghubung bagian dorsal antara thorax dengan abdomen. Udang kemudian menggembungkan tubuhnya dan mendorong cangkang keluar sambil melonggarkan seluruh otot anggota tubuhnya. Proses ini selesai ketika udang berhasil melepaskan diri sepenuhnya dari cangkang lamanya. Pada fase ini, udang mengalami pelepasan kulit lama yang diikuti dengan penyerapan air dari media dalam jumlah yang sangat tinggi. Seluruh otot anggota tubuh melemas untuk memungkinkan udang terlepas dari eksoskeleton lama.


    Kontrol Hormonal: Orkestra Biokimia di Balik Molting

    Proses molting bukanlah kejadian acak—ia dikendalikan dengan sangat presisi oleh sistem hormonal yang kompleks. Dua hormon utama yang memainkan peran krusial adalah ecdysteroid (hormon molting) dan Molt-Inhibiting Hormone (MIH) (hormon penghambat molting). Ecdysteroid, yang disintesis oleh organ Y (Y-organ), adalah hormon yang memicu dan mengkoordinasikan proses premolt seperti sintesis eksoskeleton baru, degradasi dan reabsorpsi eksoskeleton lama, serta pertumbuhan jaringan. Ketika kadar ecdysteroid dalam hemolymph meningkat, udang memasuki fase premolt dan mulai mempersiapkan molting. Sebaliknya, Molt-Inhibiting Hormone (MIH), yang diproduksi oleh kompleks X-organ/sinus gland di tangkai mata, berfungsi menekan produksi ecdysteroid oleh organ Y. Ketika kadar MIH tinggi, organ Y dihambat dan udang berada dalam fase intermolt—tidak molting. Yang menarik adalah adanya mekanisme feedback loop antara kedua hormon ini. Pada awal premolt, peningkatan kadar ecdysteroid justru merangsang ekspresi MIH di tangkai mata, menciptakan sistem regulasi yang sangat halus. Penurunan drastis ecdysteroid di akhir premolt kemudian memicu ecdysis (pelepasan cangkang). Setelah molting, kadar MIH yang tinggi menghambat kembali organ Y, sehingga siklus molting berikutnya dapat di-reset. Inilah mengapa teknik ablasi tangkai mata begitu efektif dalam mempercepat reproduksi—karena dengan memotong tangkai mata, sumber MIH dihilangkan, sehingga organ Y tidak lagi dihambat dan dapat memproduksi hormon secara bebas.


    Peran Krusial Mineral: Kalsium dan Magnesium

    Eksoskeleton udang tersusun dari dua komponen utama: 55% mineral anorganik (terutama kalsium dan magnesium, serta 21 mineral lainnya) dan 45% kitin (senyawa protein yang terdiri dari karbohidrat dan protein). Karena komposisi ini, mineral—terutama kalsium—menjadi sangat penting dalam proses molting. Kalsium sangat dominan dalam proses pengerasan kulit udang. Setelah molting selesai, kalsium yang berada di hemolimfa digunakan untuk pengerasan eksoskeleton. Namun, kalsium dari hemolimfa hanya memenuhi sekitar 10% dari kebutuhan total—sisanya 90% diperoleh dari kalsium yang ada di lingkungan perairan. Ini artinya, kadar kalsium pada air tambak harus tetap stabil dan mencukupi. Jika kebutuhan mineral kalsium tidak tercukupi, cangkang baru pada udang akan berpotensi lembek dan tidak dapat mengeras dengan sempurna. Kondisi ini sangat berbahaya karena membuat udang rentan terhadap serangan predator, penyakit, dan kanibalisme dari udang lain. Magnesium juga memainkan peran penting dalam proses molting, membantu metabolisme tubuh udang dan keseimbangan osmoregulasi serta elektrolit tubuh selama fase molting.


    Bahaya Gagal Molting: Ancaman Kematian Massal

    Waktu proses molting sangat kritis bagi kelangsungan hidup udang. Jika udang gagal molting, bisa-bisa ia berhenti tumbuh atau bahkan mati. Gagal molting adalah kondisi di mana udang tidak berhasil melewati proses molting dengan sempurna—entah gagal melepaskan kulit lama (tersangkut atau tidak bisa keluar) atau gagal membentuk kulit baru dengan baik (masih lunak). Beberapa penyebab utama gagal molting meliputi:

    • Kekurangan Nutrisi dan Mineral: Udang sangat memerlukan mineral, khususnya kalsium, untuk membentuk cangkang baru. Kekurangan kalsium membuat pembentukan cangkang baru berpotensi gagal, udang menjadi rentan terhadap serangan predator dan penyakit, bahkan mengalami kematian.
    • Stres Lingkungan: Penurunan kualitas air seperti pH yang terlalu asam, kadar amonia terlalu tinggi, fluktuasi suhu yang cepat, salinitas tidak ideal, serta kepadatan populasi terlalu tinggi dapat menyebabkan udang stres.
    • Alkalinitas Tinggi: Alkalinitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kulit lama udang menjadi terlalu keras dan mempersulit udang untuk keluar dan membentuk kulit baru.
    • Infeksi Penyakit: Udang yang terserang penyakit sebelum molting akan mengalami penurunan daya tahan tubuh yang semakin parah saat molting berlangsung, menyebabkan kesulitan molting bahkan kematian.
    • Gangguan Hormonal: Ketidakseimbangan hormon molting juga dapat menghambat proses molting normal. Kegagalan molting memiliki konsekuensi serius: udang menjadi stres, lebih mudah terkena penyakit, atau bahkan mati secara massal. Dalam praktik budidaya, kematian udang akibat gagal molting tampak terjadi secara mendadak dan bersamaan di tambak.

    Fase Paling Rentan: Kanibalisme dan Penyakit

    Selama proses molting, udang berada dalam kondisi sangat lemah dan rentan. Ada beberapa risiko besar yang mengancam: Kanibalisme Meningkat: Udang yang sedang mengalami ganti kulit akan lebih lemah dan sangat rentan dimangsa udang lain, terutama yang ukurannya lebih besar. Ditambah lagi, zat-zat asam amino dan enzim yang dikeluarkan oleh udang saat proses molting justru menstimulasi nafsu makan udang lainnya. Jika udang kekurangan makan, perilaku kanibalisme bisa semakin tinggi. Kondisi Tubuh Kritis: Udang telah mengeluarkan energi yang besar untuk penggantian kulit, membuat tubuhnya menjadi sangat lemah. Kondisi kulit udang yang baru tumbuh juga sangat rentan terserang penyakit karena kulit udang merupakan pertahanan pertama terhadap patogen di tambak. Risiko Kematian: Kombinasi dari faktor-faktor di atas membuat fase molting menjadi periode dengan tingkat mortalitas tertinggi dalam budidaya udang. Oleh karena itu, para pembudidaya biasanya akan selalu menjaga stabilitas kolam supaya proses molting berjalan lancar dan udang bisa tumbuh sehat sampai panen.


    Fenomena Molting Massal: Pengaruh Bulan Purnama

    Salah satu fenomena menarik dalam budidaya udang adalah molting massal yang sering terjadi saat bulan purnama atau bulan penuh. Molting udang vaname biasanya terjadi pada saat malam bulan penuh atau saat air laut pasang naik. Penelitian menunjukkan bahwa selama fase bulan baru (new moon), sekitar 80% udang mencapai tahap ecdysis (proses pelepasan eksoskeleton). Fenomena ini berkaitan dengan sifat fototaksis negatif yang dimiliki udang—yaitu kecenderungan untuk menjauh dari sumber cahaya. Cahaya bulan purnama merangsang fungsi fisiologis dan biokimia udang untuk melakukan pergantian kulit. Pada saat bulan purnama, pH air cenderung lebih rendah, yang merupakan kondisi optimal untuk molting. Kondisi terbaik untuk molting udang vaname adalah pH 7.8–8.2. Pengetahuan tentang waktu molting massal ini sangat penting bagi pembudidaya. Dengan mengetahui waktu perkiraan molting, petambak dapat melakukan penyesuaian manajemen seperti menghindari perlakuan teknis yang terlalu ekstrim, mengurangi pergantian air, dan memastikan asupan mineral serta pakan tercukupi.


    Strategi Pembudidaya: Mengawal Molting dengan Cermat

    Karena pentingnya fase molting, pembudidaya profesional menerapkan berbagai strategi untuk memastikan udang bisa melewati fase ini dengan aman dan cepat:

    • Pemberian Mineral Tambak: Memberikan asupan mineral secara langsung—terutama kalsium, magnesium, dan fosfor—untuk mempercepat pembentukan karapas baru. Mineral dapat diberikan langsung ke air tambak atau dicampur dalam pakan.
    • Pengurangan Pergantian Air: Pergantian air yang berlebihan akan membuang mineral yang telah diaplikasikan dan membuat udang harus beradaptasi dengan air baru, yang menambah stres. Pada fase molting, frekuensi pergantian air sebaiknya dikurangi.
    • Penyesuaian Pemberian Pakan: Pada fase awal molting, nafsu makan udang menurun sehingga pemberian pakan harus disesuaikan agar tidak terbuang dan mencemari air. Sebaliknya, saat fase intermolt, nafsu makan meningkat sehingga dosis pakan perlu ditingkatkan.
    • Menjaga Kualitas Air Stabil: Parameter seperti pH, salinitas, oksigen terlarut, dan kadar amonia harus dijaga tetap ideal. Selama molting, udang membutuhkan oksigen terlarut dua kali lebih banyak dari biasanya.
    • Sampling Rutin: Melakukan pemeriksaan berkala untuk mengecek kondisi fisik udang dan mendeteksi fase molting yang sedang dilalui, sehingga perlakuan tepat dapat diberikan.
    • Observasi Permukaan Tambak: Memantau adanya cangkang udang yang mengapung di kolam—ini adalah tanda bahwa udang baru selesai ganti "baju".

    Kesimpulan: Molting sebagai Barometer Kesuksesan Budidaya

    Jadi, kalau kamu lihat ada kulit udang kosong mengapung di kolam atau tambak, itu bukan sampah—itu adalah bukti bahwa udang di dalamnya sedang tumbuh dan berkembang. Cangkang kosong tersebut, yang disebut exuvium, adalah "baju lama" yang ditinggalkan udang setelah berhasil molting. Molting adalah proses alami yang penuh tantangan namun sangat penting bagi pertumbuhan udang. Keberhasilan molting menentukan apakah udang akan terus tumbuh sehat atau justru mengalami kematian. Semakin sering udang molting, menunjukkan semakin cepat pula pertumbuhannya. Bagi para pembudidaya, memahami dan mengawal proses molting dengan cermat adalah kunci untuk memastikan produktivitas tambak tetap optimal. Dengan manajemen yang tepat—mulai dari pemberian mineral yang cukup, menjaga kualitas air stabil, hingga memahami waktu molting massal—risiko gagal molting dan kematian massal dapat diminimalisir. Proses "ganti baju" ini mungkin terlihat sederhana dari luar, tetapi di baliknya terdapat orkestra biokimia yang rumit, koordinasi hormonal yang presisi, dan kebutuhan nutrisi yang harus terpenuhi dengan tepat. Itulah mengapa molting bukan hanya sekadar fenomena biologis biasa—ia adalah momen kritis yang menentukan hidup dan mati dalam dunia budidaya udang.

    #Molting #BiologiUdang #BudidayaUdang #Pertumbuhan


    Artikel terkait